Haikal
Sulaiman ‘alaihis salam yang diklaim orang-orang Yahudi terpendam dan tertimbun
di area Masjid al-Aqsa sekarang adalah salah satu isu utama di balik penjajahan
Israel di Palestina. Tulisan ini memaparkan secara ringkas informasi tentang
Haikal Sulaiman itu sendiri dan misteri keberadaannya.
Haikal
Sulaiman ialah tempat ibadah yang dibangun oleh Nabi Sulaiman ‘alaihis salam
termasuk penyembelihan kurban persembahan kepada Allah ‘azza wa jalla. Dalam
Haikal ini terdapat kuil suci, dan tabut. Didirikan di kola Ursyalim
(Yerusalem) di atas bukit Muria, di tempat yang sama Nabi Daud ‘alaihissalam
sebelumnya juga mendirikan tempat beliau beribadah.
Bani Israel
mengalami peperangan dalam rentang waktu cukup lama. Mereka berpindah-pindah
dari satu tempat ke tempat lain tanpa wilayah pemukiman yang pasti, demikian
seterusnya sampai era Nabi Daud ‘alaihis salam. Oleh karena itu mereka pun
tidak memiliki rumah ibadah untuk melaksanakan ritual ibadah. Mereka
mengusung-usung tabut dari satu tempat ke tempat yang lain. Ketika Nabi
Sulaiman ’alaihis salam memerintah Bani Israel, kondisinya sudah sangat
membaik, beliau berhasil meredam peperangan. Periode beliau dapat dipandang
sebagai masa keemasan Bani Israel; harta berlimpah, kondisi keamanan stabil,
pemerintahan kerajaan mapan. Deegan situasi yang kondusif seperti itu Nabi
Sulaiman pun dapat mendirikan Haikal.
Tabut sendiri adalah peti yang dibuat Bani
Israel, di dalamnya terdapat tongkat Nabi Sulaiman ’alaihissalam dan Nabi Harun
’alaihissalam ; juga dua lempengan batu yang bertuliskan ayat-ayat Taurat; dan
naskah kitab Taurat yang diyakini ditulis tangan oleh Nabi Musa ’alaihissalam;
berikutnya bejana isi tiga liter yang di dalamnya ada al-mann, yaitu
makanan dan minuman yang sama sekali tidak melibatkan campur tangan manusia. Al-Mann
ialah sejenis manisan yang dihasilkan oleh pohon-pohonan yang mendapat
siraman hujan sehingga terbentuk seperti sarang burung, kurang lebih seperti
sarang burung Layang-layang. Sebagian ulama Tafsir ada yang mengatakan bahwa al-Mann
itu adalah sarang burung Gagak. Sedangkan salwa adalah sejenis
burung yang gemuk penuh daging. Allah ‘azza wa jalla berfirman dalam al-Qur’an,
“Dan Kami
menaungi kamu dengan awan, dan Kami turunkan untuk kamu mann dan salwa” (Q.S. al-Baqarah 02: 57)
Mann dan salwa diturunkan Allah
kepada Bani Israel.
Nabi
Sulaiman ’alaihissalam memulai pembangunan Haikal pada tahun keempat
pemerintahan beliau dengan mempekerjakan 180 ribu pekerja. Bebatuannya
didatangkan dari Yaman, dan kayu dari Libanon. Tiang-tiangnya berlapis emas
murni, sementara dindingnya dihiasi dengan batu permata dan pualam. Pembangunan
Haikal memakan waktu delapan tahun berturut-turut.
- Kuil Suci: bangunan permanen berbentuk kubus, tidak berjendela, dibangun di area tertinggi Haikal Sulaiman yang disebut dengan Haikal. Antara Kuil Suci dan bagian lain bangunan terdapat dinding pemisah dan rantai dari emas, dan beberapa pintu yang hanya dimasuki oleh para pemimpin spiritual pada hari pengampunan.
- Tabut adalah-tempat–menyimpan Tabut sebagaimana yang telah disebutkan di atas.
- Karaben ialah: patung-patung burung bersayap besar yang menaungi tabut di bagian kiri dan kanan Haikal Sulaiman.
- Altar Kurban,yaitu: tempat penyembelihan kurban yang dilaksanakan setiap hari sebagai ibadah kepada Allah.
- Menara dan Meja Roti Persembahan, yaitu tiang-tiang di mana di bawahnya diletakkan kurban dan roti persembahan.
- Tempat mencuci kurban dan mandi pemimpin spiritual, terdapat di luar Haikal.
Haikal Sulaiman
mengalami tiga kali penghancuran, yang semuanya terjadi sebelum Masehi.
Penghancuran pertama dilakukan oleh Raja Nebukadnezar ketika berhasil menguasai
Yerusalem. Setelah Raja Heredos membangunnya kembali untuk menarik simpati
orang-orang Yahudi, Haikal Sulaiman kembali dihancurkan oleh Raja Anthiokhos
yang menyerang Yerusalem. Kemudian Herodos kembali merebut kekuasaan dengan
bantuan orang-orang Romawi, dia pun kembali membangun Haikal untuk kali
ketiga. Tetapi tidak lama kemudian kekuasaannya berakhir di tangan panglima
perang Romawi Adrianus yang juga menghancurkan Yerusalem dan membersihkannya
dari orang-orang Yahudi dengan melakukan pembantaian dan pengusiran. Demikian
kehancuran bangunan Haikal Sulaiman ini.
Setelah
agama Nasrani tersebar di Palestina, orang-orang Nasrani pun menghancurkan
pondasi Haikal Sulaiman di masa pemerintahan kaisar Romawi Konstantin, sehingga
tidak berbekas sama sekali kecuali bagian pagar yang sebagian besarnya adalah
dinding Buraq atau yang disebut oleh orang Yahudi saat ini sebagai
tembok ratapan. Bagian-bagian yang hilang tidak berbekas itu yang hingga
sekarang masih dicari-cari oleh orang Yahudi. Motivasi mereka untuk menemukan
kembali situs Haikal ialah: menghancurkan Masjid al-Aqsa dan membangun kembali
Haikal Sulaiman.
Sesunggulinya
tidak seorang pun yang menyangkal bahwa Nabi Sulaiman ‘alaihissalam telah
membangun tempat suci untuk beribadah kepada Allah ‘azza wa jalla; tidak
dipungkiri bahwa bangunan tersebut pun menjadi salah satu rumah Allah. Oleh
karena itu Allah menyebutnya dalam al-Qur’an sebagai al-Masjid al-Aqsa sebagaimana
yang terdapat di awal surah al-Isra. Orang-orang Yahudi pada saat ini berusaha
keras untuk membuktikan bahwa Haikal Sulaiman sebagaimana yang dibangun oleh
Nabi Sulaiman berada tepat dan terkubur pada lokasi Masjid al-Aqsa hari ini
dengan luas yang sama. Namun demikian, terlepas apakah mereka betul akan
menemukannya atau tidak ada sama sekali, sesungguhnya kita umat Islam lebih
berhak atas Nabi Sulaiman dan rumah ibadah yang telah beliau bangun. Gambar
rekaan bangunan Haikal Sulaiman seperti yang dipublikasikan oleh orang-orang
Yahudi kepada dunia sebenarnya tidak memiliki sumber yang jelas dan dapat
dipertanggungjawabkan. Selain itu desain dan ornamen bangunan yang ditampilkan
menjadi pertanyaan tersendiri di kalangan arkeolog; karena jelas-jelas bercorak
Romawi, berbeda jauh dengan gaya bangunan yang dikenal pada masa Nabi Sulaiman.
Dari sisi
lain, kata Haikal sendiri berasal dari bahasa Sumeria aikal kemudian
diarabkan menjadi Haikal yang berarti bangunan besar, kemudian lebih
umum digunakan untuk bangunan besar yang dipakai untuk beribadah. Karena itu
rumah ibadah yang dibangun oleh Nabi Sulaiman tersebut pun beliau sebut Aikal.
Kita umat Islam beriman bahwa Nabi Sulaiman bin Daud `alaihima as-salam beliaulah
yang mendirikan Masjid al-Aqsa. Orang Yahudi menyebutnya Haikal, dan
kita menyebutnya Masjid. Imam Ahmad dalam Musnad-nya dan Ibnu Majah
dalam Sunan-nya meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari
Amru bin al-‘Ash bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tatkala
Sulaiman bin Daud selesai membangun Baital-Magdis, dia berdo’a kepada
Allah meminta tiga perkara: Hukum yang sesuai dengan hukum-Nya; kekuasaan yang
tidak dimiliki oleh seorang pun setelah dia; dan tidak seorang pun yang
mendatangi masjid ini semata-mata untuk shalat, melainkan dihapuskan
dosa-dosanya sebagaimana dia dilahirkan oleh ibunya. Rasulullah berkata,
‘Adapun yang dua, sesungguhnya Allah telah mengabulkannya, saya berharap beliau
juga diberi yang ketiga.’”
Masjid
al-Aqsa yang ada sekarang dibangun di atas reruntuhan Masjid yang dibangun oleh
Nabi Sulaiman ‘alaihissalam yang disebut Haikal oleh orang Yahudi,
tetapi sumber-sumber Yahudi sendiri saling bertentangan dalam menjelaskan
luasan dan spesifikasi atau rincian Haikal. Dalam kitab Hezkel (42: 15,
19) dijelaskan bahwa panjang masing-masing pagar terluar ialah 500 qasbah sehingga
luas totalnya ialah 2,5 kilometer persegi. Padahal pada saat itu luas Masjid
al-Aqsa tidak lebih dari satu kilometer persegi. Inilah diantara bukti
ketidakbenaran tuduhan orang‑orang Yahudi. Pertentangan serupa juga terdapat
antara perjanjian lama dan sumber-sumber Yahudi; keterangan yang terdapat dalam
Safar Raja-Raja Pertama (6:3) berbeda sekali dengan yang disebutkan dalam
Berita Hari-Hari Kedua (3:3). Selain membuktikan kebohongan klaim Haikal
Sulaiman versi Yahudi, pertentangan itu juga membuktikan bahwa kitab-kitab
tersebut bukanlah kitab suci yang murni dari Allah; mustahil kontradiksi
semacam ini dilakukan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, Maha Suci Allah dari
hal-hal seperti itu.
Sesungguhnya
dalih orang-orang Yahudi dalam melakukan penggalian di bawah masjid al-Aqsa
dalam rangka mencari dan meneliti situs peninggalan Nabi Sulaiman adalah
kebohongan belaka, karena Masjid al-Aqsa berada di daratan tinggi yang terdiri
atas bebatuan, bukan tanah atau padang pasir. Dengan demikian mustahil
dibawahnya tertimbun situs-situs peninggalan Nabi Sulaiman. Gambar Haikal yang
dipublikasikan oleh Yahudi sendiri pun menggambarkan bahwa posisinya yang
berada didataran tinggi dikelilingi oleh pagar pada keempat sisinya persis
seperti Masjid yang ada sekarang. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa
tujuan sebenarnya dari penggalian yang mereka lakukan di bawah Masjid al-Aqsa
adalah untuk membuat keropos tanah pertapakan Masjid supaya ambruk. Jika Masjid
telah ambruk – demi Allah, semoga hal tersebut tidak terjadi – maka Masjid
tersebut pun tinggal puing-puing dan sisa-sisanya, sehingga status kita umat
Islam sama dengan mereka, sama-sama tidak memiliki bangunan fisik hanya situs
bersejarah, lalu masing-masing pihak, baik kaum Muslim maupun Yahudi sama-sama
mengajukan klaim hak untuk membangun kembali tempat suci di sana. Selain itu
penggalian dan penghancuran terselubung terhadap Masjid al-Aqsa mereka lakukan
juga dalam rangka berusaha menemukan kembali tulang-belulang Yasu’ dan
harta peninggalan Nabi Sulaiman yang mereka yakini terpendam di sekitar lokasi
ini.
Patut
diketahui bahwa Quds, berdasarkan piagam internasional tidak dianggap sebagai
kota Arab maupun Yahudi, tetapi dibawah penguasaan amnesti Internasional,
karena keberadaannya sebagai warisan peradaban dunia,berdasarkan resolusi tahun
1947, yang berarti bahwa masyarakat Internasionallah yang berhak menentukan
bangunan apa yang lebih pantas dibangun kembali jika Masjid al-Aqsa betul-betul
runtuh. Jika itu sampai terjadi kita dapat menebak ke arah mana pilihan “masyarakat
internasional” tersebut di arahkan.
Oleh
karenanya umat Islam harus mewaspadai tipu daya Yahudi, wajib untuk menyatukan
kata menghadang tindak-tanduk orang-orang Yahudi yang membabi buta terhadap
tanah dan Masjid yang diberkahi Allah. Sesungguhnya hal tersebut merupakan
amanah di pundak kita. Hendaklah kita mencemaskan suatu pagi saat kita bangun
tidur ternyata kita tidak lagi menjumpai Masjid al-Aqsa di tempatnya, lalu kita
pun menyesali, tetapi penyesalan di waktu yang tidak lagi berguna.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan