Selasa, 8 September 2015

KEZUHUDAN RASULLULAH SAW BAHAGIAN 3



Ibnu Majah telah menuturkan riwayat dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu 'anhu dengan isnad yangg shahih : Aku diberitahu Umar bin al-Khatthab radhiyallahu ‘anhu seraya berkata : Aku pernah masuk ke rumah Rasulullah SAW. Saat itu baginda tengah berada di atas tikar sederhana. Aku pun duduk, ternyata diatasnya dilapisi dengan sarung baginda, dan tidak ada alas yang lain, selain tikar itu. Tikar itu pun membekas dibagian lambung baginda. Ketika aku membawa gandum kira-kira satu sha’ (2,176 kg), dan di salah satu sudut kamar baginda terdapat lemari, ternyata hanya ada kulit bergantung. Maka, kedua mataku pun tak kuasa menahan air mata.

Nabi pun bertanya, “Apa yang membuatmu menangis, wahai Ibn al-Khatthab?”
Umar mnejawab, “Wahai Nabi Allah, bagaimana aku tidak menangis , tikar ini telah membekas di lambung Tuan. Dan, lemari Tuan ini, aku tidak melihat apa pun di sini, kecuali apa yang bisa aku lihat. sementara Kisra dan Kaisar bergelimang dg buah-buahan dan sungai yang luas, padahal Tuan adalah Nabi Allah dan hamba pilihan-NYA, dan isi lemari Tuan hanya seperti ini.

Nabi pun bersabda, "wahai Ibn al-Khatthab, apakah engkau tidak rela , jika kita mendapatkan akhirat, sementara mereka hanya mendapatkan dunia?". Baginda juga menyatakan, "mereka itu kebaikannya disegerakan, dan semuanya itu dengan mudah hilang. sementara kita adalah kaum, yang kebaikan kita ini telah diakhirkan di akhirat kita." Demikianlah sebagaimana yg dituturkan oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak'ala as-Shahihain.

Suatu ketika, seorang wanita Anshar masuk kerumahku, kata 'Aisyah, lalu dia melihat tempat tidur Rasulullah SAW yaitu kain beludru yangg terlipat. Wanita itu pun mengirimkan kepadaku tempat tidur yang terbuat dari kain wol. Tiba-tiba Rasulullah masuk ke rumah, dan bertanya, "ini apa wahai 'Aisyah?" Aku pun menjawab, "wahai Rasulullah, Fulanah dari kaum Anshar telah masuk kerumah setelah dia melihat tempat tidur tuan, maka dia pun pergi, lalu mengirimiku ini." Nabi SAW bersabda, "wahai 'Aisyah, kembalikan...demi Allah, kalau aku mau, Allah akan memberikan kepadaku gunung emas dan perak."demikian dituturkan oleh al-Baihaqi, dalam as-Sunan al-Kubra-nya.

Bahkan suatu ketika malaikat Jibril pun datang menghampiri Baginda, seraya menawarkan kepada baginda untuk menjadikan tanah Makkah menjadi emas bagi baginda SAW. Nabi nan agung itu pun menolaknya, seraya mengatakan kepada Jibril, "cukuplah bagiku makanan sehari, dan lapar sehari," begitulah sikap manusia agung itu.

Maka Baginda pun memohon kepada Allah, "Ya Allah hidupkanlah hamba-MU ini sebagai orang miskin; Wafatkanlah hamba-MU ini sebagai orang miskin; bangkitkanlah hamba-MU ini kelak juga bersama-sama orang miskin."
Subhanallah, begitulah kezuhudan Nabi SAW. Meski baginda SAW bisa saja mendapatkan kenikmatan dunia dan seisinya, tetapi baginda SAW tidak memilih hal itu...


KEZUHUDAN RASULULLAH SAW BAHAGIAN 2



Menurut ceritera Umar bin Khattab ,bahwa ketika ia mengunjungi Nabi Muhammad SAW dirumahnya ,maka ia melihat beliau sedang duduk diatas tikar yang kasar.Setelah Umar bin Khattab duduk,ia melihat Rasulullah SAW sedang memakai sarung saja dan kelihatan bekas-bekas tikar dipunggung beliau dan dipojok rumah beliau hanya terdapat sekantong gandum serta sedikit air yang di simpan didalam sebuah Qirbah,sehingga Umar meneteskan air matanya.

Melihat Umar bin Khatab meneteskan air matanya : Rasulullah SAW bertanya:”Wahai Umar , mengapa engkau menangis ?” Kata Umar:”Wahai Rasulullah bagaimana aku tidak menangis sedangkan aku lihat di punggungmu terlihat bekas -bekas tikar dan aku lihat pula engkau tidak mempunyai kekayaan apapun selain ini,sedangkan Kaisar Persia dan Romawi hidup dalam kemewahan dan kekayaan yang melimpah ruah,padahal engkau adalah Nabi yang amat di cintai oleh Allah ?.
Rasulullah SAW bersabda:”Wahai Umar,apakah kamu tidak ridha jika kami disediakan diakhirat,sedangkan mereka disediakan kesenangan di dunia ?

Walaupun tidak mungkin menyamai kezuhudan dalam kehidupan Nabi Muhammad SAW dari kesenangan duniawi,tetapi bisa saja coba menirunya supaya tidak terlalu menyukai kesenangan duniawi ,tetapi perlu membudayakan hidup sederhana dalam berbagai aspeknya.Karena memang semua urusan lebih baik sederhana ,tidak berlebih-lebihan dan tidak juga kekurangan ,tetapi perlu seimbang.Memang kesederhanaan dalam berbagai aspek kehidupan itu lebih utama dari pada kehidupan yang mewah dan berfoya-foya yang lebih mengutamakan kesenangan duniawi ,yang sifatnya sementara saja.

KEZUHUDAN RASULULLAH SAW



Mari kita petik riwayat Abdullah bin Mas’ud.

“Suatu ketika aku datang mengunjungi Rasulullah, ketika itu beliau baru saja
bangun dari tidurnya, maka aku berkata kepadanya: ‘Ya Rasulullah! bagaimana
kalau aku ingin memberi tuan kasur untuk terhindar dari himpitan yang tak sedap
dipandang itu?’ Rasulullah menjawab: ‘Apa artinya aku dan dunia ini, aku dan
dunia bagaikan seorang musafir yang berteduh di bawah pohon melepaskan lelah
kemudian pergi meninggalkannya untuk selamanya.’ Beliau sering berdo’a:
‘Ya Allah, jadikanlah rizqi keluarga Muhammad sekedar memenuhi kebutuhannya.’ ”

Ibnu Jarir meriwayatkan dari Aisya r.a. dia berkata:

“Rasulullah tidak makan roti gandum selama tiga hari berturut-turut sejak
beliau datang dari Madinah sampai beliau kembali.”

Ahmad meriwayatkan dari Anas r.a. dia berkata:

“Fathimah r.a. memberikan kepada Nabi s.a.w. sekerat roti gandum, kemudian
beliau berkata kepada putrinya itu: ‘Ini adalah makanan pertama yang ayah makan
sejak tiga hari ini.”

Subhanallah!!

Sifat zuhud inilah yang mendorong Rasulullah s.a.w. untuk melaksanakan
segala perintah-Nya, karena janji Allah yang beliau yakini, seperti dalam
firman-Nya:

“Dan akhirat adalah lebih baik bagimu dari pada dunia.”
(QS. Ad-Dhuha : 4)

“Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami
berikan kepada golongan-golongan dari mereka sebagai bunga kehidupan
dunia untuk Kami cobai mereka dengannya. Dan karunia Tuhan adalah lebih
baik dan lebih kekal.”
(QS. Thoha : 131)


Ini bukan berarti bahwa Rasulullah s.a.w. dengan sifat zuhud dan
kesederhanaannya itu hendak melepaskan diri dari keluarga dan kesenangan hidup
dunia yang Allah sediakan buat hamba-hamba-Nya, karena beliau juga melarang
sahabatnya yang ingin hidup membujang dan yang anti kemewahan hidup.

Apa hikmah yang perlu kita ambil dari sifat ini?

Janganlah kita berkesimpulan yang salah mengenai Kezuhudan Rasulullah
s.a.w. Perlu disadari bahwa sifat kezuhudan beliau ini bukanlah karena beliau
fakir(melarat), bakhil (pelit), dan tidak punya makanan sama sekali. Andai kata
beliau menginginkan hidup mewah yang bergelimungan dengan harta kekayaan dan
bersenang-senang dengan bunga-bunga kehidupan dunia, niscaya dengan patuh dan
taat dunia ini akan tunduk di hadapan beliau. Akan tetapi bukanlah kemewahan
hidup di dunia yang beliau kehendaki.

Di balik sifat zuhud Rasulullah sungguh banyak tersimpan nilai-nilai
pendidikan dan pengajaran yang ingin beliau tanamkan pada ummatnya.

1. Rasulullah s.a.w. ingin menanamkan dan mengajarkan kepada generasi Muslim
tentang arti cinta dan pengorbanan serta kemulyaan.

Al-Baihaqi meriwayatkan dari Aisyah bahwa ia berkata: Rasulullah tidak
makan selama tiga hari berturut-turut; andaikata kami menghendaki itu niscaya
kami makan, akan tetapi beliau lebih senang memulyakan jiwanya.

2. Rasulullah s.a.w. ingin mendidik generasi Muslim agar biasa hidup sederhana
dan qanaah (rida dengan pemberian Allah).

Rasulullah khawatir ummatnya dihinggapi penyakit rakus terhadap
bunga-bunga kehidupan dunia yang bisa melupakan kewajiban da’wah dan jihad.
Beliau khawatir ummatnya dihinggapi penyakit mabuk daratan melihat harta yang
bergelimangan sehingga lupa serta lengah terhadap kewajiban menegakkan kalimat
Allah. Beliau juga khawatir kalau-kalau dunia ini terbentang di hadapan mereka
yang menjadikan mereka binasa seperti yang telah terjadi pada ummat-ummat
sebelum mereka. Semoga kita dijauhkan dari segala yang dikhawatirkan Rasulullah
s.a.w.

Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa Abu Ubaidah r.a. ketika
datang dari Bahrain dengan membawa harta benda yang banyak, setelah mengerjakan
sholat Subuh orang-orang Anshor ramai-ramai menyambut kedatangannya. Melihat
mereka itu Rasulullah s.a.w. tersenyum, kemudian beliau bersabda:

“Saya mengira kamu sekalian keluar dari tempat ini karena mendengar Abu Ubaidah
datang dengan membawa oleh-oleh yang banyak.”

Mereka menjawab: ‘Benar ya Rasulullah!’

Rasulullah kemudian bersabda:
“Bergembiralah dan carilah sesuatu yang dapat menggairahkan kamu, tetapi demi
Allah! bukanlah kemiskinan dan kefakiran yang saya kuwatirkan, tapi saya
khawatir kalau dunia ini membentangkan segalanya di hadapanmu, kemudian kamu
berlomba-lomba mengumpulkan kekayaan seperti mereka juga mencarinya kemudian
kamu binasa karena hartamu seperti yang pernah menimpa mereka.”


3. Rasulullah s.a.w. ingin menampakkan kepada musuh-musuh Islam bahwa beliau
berda’wah, mengajarkan agama kepada manusia bukan karena menaruh keinginan
untuk menumpuk-numpuk harta kekayaan dan kesenangan, kemewahan dan bukan pula
untuk memburu dunia dengan nama agama. Akan tetapi beliau hanya semata-mata
mengharapkan pahala dari Allah, dan hanya mengharapkan pertemuan dengan Allah.
Beliau tidak menyimpan satu hartapun kecuali makanan yang cukup untuk dimakan
malam harinya, dan pakaian yang dapat menutup auratnya. Dan apa-apa yang ada
dalam rumah beliau hanyalah barang shodaqah.

Begitulah sifat dan sikap beliau dan Nabi-nabi sebelumnya.

“Dan dia berkata: Wahai kaumku, aku tiada meminta harta benda kepadamu
sebagai upah bagi seruanku. Upahku hanyalah dari Allah, dan aku sekali-
kali tidak mengusir orang-orang yang beriman.”
(QS. Huud : 29)


Jumaat, 21 Ogos 2015

KISAH PARA SYUHADA (1). Shuhaib bin Sinan



 Pada suatu hari, ‘Ammar bin Yasir, mengisahkan peristiwa yang terjadi pada waktu itu. “Saya berjumpa dengan Shuhaib bin Sinan di muka pintu rumah Arqam, ketika itu Rasulullah Saw. sedang berada di dalamnya. “Hendak ke mana kamu?” tanya saya kepadanya. “Dan, kamu hendak ke mana?” jawabnya balik bertanya.

“Saya hendak menjumpai Muhammad Saw. untuk mendengarkan ucapannya,” kata saya. “Saya juga hendak menjumpainya,” ujarnya pula.

Akhirnya kami masuk ke dalam, dan Rasulullah menjelaskan tentang aqidah agama Islam. Setelah kami meresapi yang dituturkannya, kami pun menjadi pemeluknya.
Waktu itu, bagi fakir miskin, budak belian dan orang-orang perantau, memasuki rumah Arqam itu merupakan suatu pengorbanan yang melampaui kemampuan yang lazim dari manusia. Atau melangkahi batas-batas alam secara keseluruhan. Yakni, alam lama dengan segala apa yang diwakilinya baik berupa keagamaan dan akhlak.
Shuhaib bin Sinan adalah anak pendatang, sedang sahabat yang berjumpa di ambang pintu tadi —’Ammar bin Yasir— adalah seorang miskin, tetapi keduanya itu berani menghadapi bahaya, dan kenapa mereka bersedia untuk menemuinya?
Seperti itulah, panggilan iman yang tidak dapat dibendung. Atau adanya pengaruh kepribadian Rasulullah Saw., yang kesan-kesannya telah mengisi hati mereka dengan hidayah dan kasih sayang (baca: akibat bosan dengan kesesatan dan kepalsuan hidup mereka selama ini).
Shuhaib telah menggabungkan dirinya dengan kafilah orang-orang beriman. Bahkan ia telah membuat tempat yang luas dan tinggi dalam barisan orang-orang teraniaya dan tersiksa!
Betapa indahnya, kata-kata yang terucap oleh Shuhaib bin Sinan, sebagai bukti rasa tanggung jawabnya sebagai seorang Muslim yang telah bai’at kepada Nabi Saw. dan bernaung dalam panji-panji agama Islam.
“Tidak suatu perjuangan bersenjata yang diterjuni Rasulullah, kecuali pastilah aku menyertainya. Dan tidak ada suatu bai’at yang dijalaninya, kecuali tentulah aku menghadirinya. Dan tidak ada suatu pasukan bersenjata yang dikirimnya, kecuali akau termasuk sebagai anggota rombongannya. Dan tidak pernah beliau bertempur baik di masa-masa pertama Islam atau di masa-masa akhir, kecuali aku berada di sebelah kanan atau di sebelah kirinya. Dan kalau ada sesuatu yang dikhawatirkan Kaum Muslimin di hadapan mereka pasti aku akan menyerbu paling depan, demikian pula kalau ada yang dicemaskan di belakang mereka, pasti aku akan mundur ke belakang.
Serta aku tidak sudi sama sekali membiarkan Rasulullah SAW. berada dalam jangkauan musuh sampai ia kembali menemui Allah…”
Itulah, kata-kata yang terucap dari mulut Shuhaib bin Sinan, dan bukankah hal tersebut merupakan suatu gambaran akan keimanan yang istimewa dan kecintaan yang luar biasa atas Rasul-Nya?
Shuhaib bin Sinan, telah mengawali hari-hari perjuangannya yang mulia dan cintanya yang luhur itu pada saat hijrahnya Rasulullah Saw. Pada waktu itu, ditinggalkannya segala emas dan perak serta kekayaan yang diperolehnya sebagai hasil perniagaan selama bertahun-tahun di Mekah.
Dalam hal ini, Allah berfirman, “Dan di antara manusia ada yang sedia menebus dirinya demi mengharapkan keridlaan Allah, dan Allah Maha Penyantun terhadap hamba-hamba-Nya.” (QS. Al-Baqarah: 207).
Itulah gambaran Shuhaib yang telah menebus dirinya dalam beriman itu dengan segala harta kekayaannya yang telah beliau usahakan selama masa mudanya.


Seekor Burung di Makam Sahabat Yang Mulia Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu (Bah 6)



Dari Sa’id bin Jubair, ia bercerita:

 “Ibnu Abbas meninggal dunia di Tha’if. Seekor burung yang bentuknya sangat aneh terbang, lalu masuk ke kuburnya, kemudian tidak terlihat keluar lagi. Ketika jenazah Ibnu Abbas telah dimakamkan, terdengar ayat berikut ini tanpa diketahui siapa yang membacanya,
“Hai jiwa yang tenang, Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridai-Nya, Maka masuklah ke dalam jemaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku”